0wo71p5M3MBGMPs3gA9-3U_3V9k Cinta dalam Duniaku (Duniamu?) | http://syahrial-siregar.blogspot.com/

Rabu, 02 Mei 2012

Cinta dalam Duniaku (Duniamu?)






Bismillah...

Saya sering meyakinkan diri sendiri bahwa saya sangat suka dunia baca-tulis.  Namun, entahlah, apa yang saya yakini itu seperti sebuah keyakinan buih semata.  Ketika ada angin kecil saja, dia terombang-ambing atau malah hilang tertelan lautan.  Saya malas membaca, bahkan membaca topik tentang membaca sekalipun.  Tapi ketika saya coba menelisik lebih dalam ke hati, saya jujur sangat suka dengan dunia baca-tulis.  Nah, lalu kenapa fenomena seperti yang saya alami ini terjadi?

Saya coba menerka-nerka jawabannya.  Terkaan pertama, saya mendapatkan bahwa saya terlalu jemu dengan berbagai teori yang saya pelajari.  Sebatas teori tanpa aplikasi konkret.  Walau pun ada aplikasi, masih belum memberikan hasil seperti apa yang diharapkan yang ditimbulkan dari bacaan saya.  Membaca dan menulis yang saya lakukan, masih belum bisa meyakinkan bahwa saya mendapat manfaat terasa.  Saya masih terbatas pada kepercayaan bahwa dari menulis dan membaca saya akan mendapatkan manfaat yang saya harapkan.  Belum saya rasakan sekarang, tapi saya sangat yakin.  Yakin karena memang yang menyampaikan bukan hanya satu dua orang, melainkan sangat banyak.  Dan bukan orang yang tak memiliki tingkat kredibilitas yang menyampaikannya, melainkan orang yang sangat berkompeten.  Lantas alasan apa saya tak meyakininya?  Dan ternyata, keyakinan tanpa  makanan bukti,lama kelamaan akan habis juga.  Dan kata orang, di sinilah fungsi kesabaran berperan besar.  Dan dalam hal kesabaran lah, yang membedakan antara orang sukses dengan orang yang biasa saja atau malah orang yang gagal.  Dan sabar ternyata mesti dipupuk, harus dengan apakah ia dipupuk?

Saya akan kembali mencoba menerka jawabannya.  Jawaban pertama, kesabaran yang besar hanya akan timbul jika kita memiliki rasa suka dengan apa yang kita kerjakan.  Atau istilah romantisnya, perlu sebuah cinta untuk membuat orang bisa bersabar.  Jawaban kedua, saya masih belum juga menemukan apa jawaban terkaan saya ini. Entahlah, saya sudah sangat terpaku dengan apa yang saya yakini dalam terkaan jawaban yang pertama.  Hingga, mungkin, saya sudah tak bisa menemukan atau malah sudah tidak berusaha lagi menemukan jawaban yang lain.  Namun yang masih membuat saya bingung, bagaimanakah menimbulkan cinta itu?  Apakah ia diturunkan dari Sang Pencipta, hingga saya hanya menunggu saja lalu menerima itu?  Atau apakah cinta bisa dimunculkan dengan kehendak sendiri dan ditumbuhkan dari sesuatu yang bahkan pada awalnya kita tak mencintainya sama sekali?  Entahlah, realitas di kehidupan yang saya tahu, jawabannya bisa.  Namun jawaban ini memerlukan prolog dengan judul yang sama juga, cinta.

Saya coba mengambil contoh konkret dalam kehidupan sehari-hari.  Seorang lelaki yang sudah menikah dengan perempuan yang sangat dicintainya, akan melakukan apa saja pekerjaan yang dapat menjadi sarana untuk mendapatkan penghidupan bagi keluarganya.  Apalagi, jika sudah memiliki keturunan.  Pekerjaan sedibenci apa pun olehnya, akan ia kerjakan.  Asalkan penghidupan keluarga tercukupi.  Inilah contoh yang terfikir oleh saya untuk saat ini.  Cinta akan keluarga, misalkan, akan membuat seseorang akan mengesampingkan apa yang dia tak sukai untuk eksistensi cintanya itu.  Dan apa yang dibenci itu, walau pun sangat berat dan membosankan, akan tetap dijalaninya.  Lelah, letih, dan menguras sangat besar energi, tapi senyum akan selalu menghiasi tatkala ia pulang dan melihat istri dan anak-anaknya berbahagia.  Penderitaan yang secara umum dipandang sebagai penderitaan, hanyalah sebuah kendaraan untuk merasakan manisnya cinta.
Nah, pertanyaan untuk saya sekarang, cinta pada apa atau pada siapakah yang mampu meruntuhkan keyakinan saya pada prinsip “Saya kerja pada apa yang saya suka” ini?  Sebuah prinsip yang saya sangat yakini selama ini.  walau tak menghasilkan materi, namun jika saya suka, saya akan prioritaskan untuk dilakukan.

Cinta, ke manakah ia kan hendak dicari?  Atau tak usah dicari saja?  Menunggu ia datang menghampiri.  Perlukah saya memperbaharui keyakinan saya sekarang ini?  wah, kalau jawaban dari pertanyaan terakhir ini, perlu perenungan sangat mendalam.  Karena memang ini menyangkut arah dan peta kehidupan saya.  Atau istilahnya, semacam blue print of my life.  Cieehh…  Tapi kapan saya akan merenungkannya?  Dan kapan saya terakhir kali merenung?  Atau pernahkah saya merenung  dalam artian yang sebenarnya?  Sialan!  Kenapa juga saya menanyakan hal yang membuat saya bingung sendiri?  Eit, tapi tunggu dulu, perlu dipertanyakan karena memang ini pertanyaan sangat penting.  Sangat krusial.  Boleh dibilang ini adalah inti dari kehidupan saya.  Bukan begitu, sodare?  Malahan, sangat aneh jikalau ada orang yang tak pernah mempertanyakannya.  Saya yakin semua orang pernah mempertanyakan ini.  tapi cara mempertanyakannya itu yang berbeda-beda.  Ada yang tertulis dan terstruktur, ada yang cuma kilasan pemikiran di sela-sela perjalanan ke sekolah, ada yang dipaksa mempertanyakannya karena tuntunan penderitaan yang dirasanya berat dan begitu bertubi, ada juga yang tak merasa mempertanyakannya namun tiba-tiba dia punya jawabannya.  Aneh.

*****

sumber:http://tantodikdik.multiply.com

0 komentar:

Posting Komentar

di harapkan komentar para pembaca....

syahrial_siregar@yahoo.co.id. Diberdayakan oleh Blogger.

http:syahrialsiregar.blogspot.com/

http://syahrialdankeluarga.blogspot.com/

syahrial

siregar