0wo71p5M3MBGMPs3gA9-3U_3V9k SOSIALISASI ANTI NARKOBA : SEBUAH PEMBODOHAN PUBLIK | http://syahrial-siregar.blogspot.com/

Rabu, 02 Mei 2012

SOSIALISASI ANTI NARKOBA : SEBUAH PEMBODOHAN PUBLIK



Oleh : Teuku Farhan Alian
Saya mengikuti sebuah seminar anti narkoba yang bertema “Indahnya hidup tanpa narkoba”, kemudian setelah pemateri dari Rumah Sakit Jiwa Banda Aceh selesai mempresentasikan jenis-jenis narkoba, saya mengajukan pertanyaan yang menyatakan bahwa saya adalah mantan pengguna narkoba dan narkoba yang saya gunakan adalah rokok. Jadi seharusnya perokok itu disebut juga sebagai pengguna narkoba. Rokok adalah sumber dari segala sumber narkoba artinya omong kosong jika ingin mensosialisasikan gerakan anti narkoba tanpa menyentuh sumbernya yakni rokok. Seharusnya pemerintah melakukan sosialisasi dengan pendekatan gerakan nasional anti rokok untuk menyukseskan program anti narkoba. Narkoba terlalu umum, terlalu banyak produk narkoba yang saya sendiri tidak hafal, saya memiliki kekhawatiran jangan-jangan setelah mempresentasikan produk-produk narkoba, para peserta seminar berkeinginan mencoba salah satu narkoba yang belum dia coba. Karena sifat anak muda yang masih suka coba-coba, mereka tidak memperdulikan efek samping dari narkoba tersebut karena pengakuan dari orang lain dan kepuasan pribadi lebih penting dari efek samping narkoba.

Namun, saya sangat kecewa dengan jawaban dari pemateri tersebut yang menjawab dengan pemahaman yang sangat sempit yang menyatakan bahwa pertanyaan anda adalah klasik dan sudah banyak ditanyakan oleh banyak pihak, kemudian melanjutkan dengan argumen bahwa APBN negara 70% bergantung kepada pajak rokok, jadi sulit untuk memberantas rokok. Sebuah jawaban yang menurut saya merupakan sebuah pembodohan publik, apalagi peserta seminar tersebut dihadiri oleh guru dan siswanya. Dengan memihak kepada perusahaan rokok dan sama saja dengan melegalkan narkoba. Jawaban yang sangat fatal yang dijawab oleh pemateri berkaitan dengan ketergantungan negara kepada pajak rokok adalah kesalahan besar karena pemateri tidak menyebut -atau mungkin tidak tahu- jika APBN yang dikeluarkan pemerintah untuk kesehatan khususnya untuk penyakit yang diakibatkan oleh rokok sepuluh kali lipat lebih besar daripada pajak yang dihasilkan dari rokok. Sangat ironi dan layak disebut sebagai pembodohan publik. Alasan lain yang sering diungkapkan para “pembela” rokok ini baik dari kalanagan pemerintah maupun petugas kesehatan adalah kekhawatiran terhadap karyawan/buruh yang bekerja di pabrik rokok. Coba kita berkaca kepada pengalaman krisis moneter yang menimpa Indonesia pada tahun 1998, ada banyak pabrik yang tutup dan otomatis buruhnya pun ikut di PHK, tapi apakah mereka lantas tidak memiliki pekerjaan pengganti lainnya atau tidak bisa melanjutkan hidupnya dan mati karena tidak bekerja di pabrik tersebut, tidak. Dalam hal ini, sisi spiritual yang dangkal tidak akan mampu menjawab pertanyaan ini. Dalam Islam, Allah swt menjanjikan setiap rezeki seseorang baik itu rezeki yang halal maupun yang haram, dan rezeki yang telah ditetapkan kepada setiap orang sejak manusia berusia 120 hari tidak mungkin diambil oleh orang lain karena Allah sudah menjaminnya kepada setiap orang baik dia muslim atau non-muslim. Jika kita memiliki keyakinan tersebut dan berusaha semaksimal mungkin untuk mendapatkan pekerjaan maka Allah akan mengabulkan dan memudahkan kita untuk mendapatkan pekerjaan lain yang lebih baik. Sebuah solusi sederhana dan tidak dapat dipahami oleh orang yang tidak bertuhan. Kita harus melihat masalah rokok ini sebagai permasalahan global karena diduga rokok digunakan oleh negara-negara maju untuk membodohi dan membunuh secara perlahan generasi penerus bangsa yang ada di negara berkembang seperti Indonesia. Kita masih ingat dahulu, bagaimana negeri Cina ditaklukkan dengan opium oleh bangsa Inggris. Begitu juga Indonesia yang ditaklukkan oleh negara maju hanya dengan racun seharga seribu perak per batang. Indonesia tidak pernah mau belajar bagaimana di negara-negara maju rokok sudah dijadikan sampah dan merupakan persyaratan mutlak sebuah perusahaan ternama yang tidak membolehkan karyawan atau calon karyawannya merokok. Sedangkan di Indonesia baru sedikit perusahaan yang memiliki budaya untuk tidak menerima karyawan perokok. Ini adalah sebuah pembodohan publik, satu sisi pemerintah mengkampanyekan anti narkoba, satu sisi pemerintah mempertahankan narkoba itu tetap ada agar pajak negara semakin banyak. Jangan heran, kalo negara kita banyak koruptornya karena uang negara dihasilkan dari hasil yang tidak baik. Pembodohan publik ini akan berakhir jika pemerintah berani untuk memfokuskan gerakan anti narkoba dengan mengganti slogan menjadi gerakan anti rokok./tfa

sumber:http://bebasrokok.wordpress.com/

0 komentar:

Posting Komentar

di harapkan komentar para pembaca....

syahrial_siregar@yahoo.co.id. Diberdayakan oleh Blogger.

http:syahrialsiregar.blogspot.com/

http://syahrialdankeluarga.blogspot.com/

syahrial

siregar